Piala Dunia tiba-tiba jadi momen tak terlupakan, hampir bagi semua kalangan. Tahun 2002, saat kuberanjak remaja, kucemas hadapi masa depan yang, baru kusadari, tampak sangat suram. Piala Dunia tak lagi memberiku keceriaan. Harus ada peristiwa besar dalam hidupku yang, kemudian, paling tidak, bisa kukenang setiap kali datang Piala Dunia. Kubulatkan tekad menghafal Al-Qur'an awal Juni saat Piala Dunia berlangsung meriah di dua negara, Korea dan Jepang.
Selama masa menghafal, puasa sempurnakan laparku. Tak ada bekal, apalagi uang. Bertemu nasi putih sekali dalam sehari sudah cukup bagiku. Terselip syukur dalam setiap hela nafas, karena, ternyata, masih ada yang perhatian padaku. Yaitu pamanku, sekaligus guru tahfizhku, dan bibi-ku, kakak pamanku, yang relakan rumahnya kutinggali selama menghafal. Bagiku, mereka adalah malaikat. Selain mereka, tak satupun keluargaku yang tahu aku sedang menghafal Al-Qur'an.